Monday, May 16, 2016

Ulasan Maharaja Hiraklius terhadap dialog dengan Abu Sufyan berkaitan dengan surat Baginda Rasul SAW


Pada masa Perjanjian Hudaibiyah atau gencatan senjata antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy, Rasulullah saw mengutus beberapa sahabat. Mereka dikirim kepada raja-raja bangsa Arab dan bukan Arab untuk menyeru agama Islam. Salah satu sahabat yang diutus adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyampaikan surat dakwah kepada Heraclius, Raja Rom.


Kedatangan Dihyah diterima oleh Heraclius dengan sangat baik. Kemudian Dihyah menyampaikan surat dakwah dari Rasulullah saw kepada Raja Rom tersebut. Setelah Heraclius membaca surat Rasulullah saw, Heraclius segera menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Ketika itu Abu Sufyan berada di sana bersama serombongan kafilah dagang Quraisy.

Para pengawal kerajaan pun melaporkan keberadaan Abu Sufyan dan teman-temannya kepada Heraclius. Kemudian dipanggilnya Abu Sufyan yang masih membenci Islam bersama teman-temannya ke hadapan Raja Rom tersebut.

Abu Sufyan dan teman-temannya datang menghadap Heraclius. Dengan didampingi seorang penerjemah, Heraclius memulakan pembicaraan dengan bertanya, "Siapa di antara kamu semua yang paling dekat dengan garis keturunannya dengan orang yang mengaku sebagai nabi ini?"

Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan!"

Kemudian terjadilah dialog di antara keduanya di hadapan para petinggi istana Rom. Berikut adalah dialog yang diceritakan oleh Abu Sufyan dan diriwayatkan kembali oleh Bukhari.

Heraclius : "Bagaimana kedudukan keluarganya di antara kamu?"

Abu Sufyan : "Dia berasal dari keturunan bangsawan."

Heraclius : "Adakah di antara keluarganya mengaku Nabi?"

Abu Sufyan : "Tidak."

Heraclius : "Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja atau pemerintah?"

Abu Sufyan : "Tidak ada."

Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya ataupun orang kebanyakan?"

Abu Sufyan : "Pengikutnya adalah orang lemah, miskin, budak, dan wanita muda."

Heraclius : "Jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang?"

Abu Sufyan : "Terus bertambah dari waktu ke waktu."

Heraclius : "Setelah menerima agamanya, adakah pengikutnya itu tetap setia kepadanya ataupun merasa kecewa, lalu meninggalkannya?"

Abu Sufyan : "Tidak ada yang meninggalkannya."

Heraclius : "Sebelum dia menjadi nabi, adakah dia suka menipu?"

Abu Sufyan : "Tidak pernah."

Heraclius : "Pernahkah dia mengingkari janji atau mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya?"

Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami baru saja melakukan perjanjian gencatan senjata dengannya dan menunggu apa yang akan diperbuatnya."

Heraclius : "Pernahkah engkau berperang dengannya?"

Abu Sufyan : "Pernah."

Heraclius : "Bagaimana hasilnya?"

Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang, kadang-kadang dia yang lebih baik daripada kami."

Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"

Abu Sufyan : "Dia hanya memerintahkan kami untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, meninggalkan tahyul dan kepercayaan nenek moyang kami, mengerjakan solat, membayar zakat dan berbuat baik kepada fakir miskin, bersikap jujur, memelihara apa yang diamanahkan kepada kita dan mengembalikan dalam keadaan yang baik, memelihara silaturrahim dengan semua orang, dan yang paling penting dengan keluarga sendiri."

Lalu, seperti dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a, Heraclius memberikan tanggapan sebagai berikut melalui penerjemahnya.

Heraclius : "Aku bertanya kepadamu tentang salasiah keluarganya dan kau menjawab dia adalah keturunan bangsawan terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasal dari keluarga terhormat di antara kaumnya.

Aku bertanya kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini aku menyimpulkan bahwa orang ini memang tidak dipengaruhi oleh sesiapa pun dalam hal kenabian yang diikrarkannya, dan tidak meniru sesiapa pun dalam keluarganya.

Aku bertanya kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau pemerintah. Jawapannya tidak ada. Jika ada nenek moyangnya yang menjadi penguasa, aku beranggapan dia sedang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan keturunannya.

Aku bertanya kepadamu adakah dia pernah berdusta dan menurutmu, dia tidak pernah menipu. Orang yang tidak pernah berdusta kepada sesamanya tentu tidak akan berdusta kepada Allah.

Aku bertanya kepadamu mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya adalah orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang mendapat panggilan kenabian.

Aku bertanya kepadamu adakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawapanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada iman sampai keimanan itu lengkap.

Aku bertanya kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menerima agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jika keimanan sejati telah mengisi hati seseorang.

Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah ingkar janji dan menurutmu tidak pernah. Sifat dapat dipercaya adalah ciri kerasulan sejati.

Aku bertanya kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang-kadang kamu yang menang dan kadang kala dia yang menang dalam urusan duniawi.

Para nabi tidak pernah selalu menang, tetapi mereka mampu mengatasi masa-masa sukar dalam perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya sehingga akhirnya mereka memperoleh kemenangan.

Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu solat, bercakap benar, serta penuh perhatian. Jika apa yang kau katakan itu benar, dia akan segera berkuasa di tempat aku memijakkan kakiku ketika ini.

Aku tahu bahawa orang ini akan lahir, tetapi aku tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika aku tahu aku dapat mendekatinya, aku akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, aku akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasai tempat dua telapak kakiku!"

Selanjutnya, Heraclius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi, "Sungguh, aku tahu bahawa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui berita kedatangannya dalam kitab kami. Namun, aku takut orang-orang Rom akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau bukan kerana itu, aku akan mengikutinya!"

Untuk membuktikan kata-katanya tersebut, Heraclius memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya Raja Heraclius telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya, lengkap dengan senjata serentak menyerbu ke dalam ruangan tempat Heraclius berada, lalu mengepungnya.

Kemudian Pemerintah Rom itu berkata, "Engkau telah melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!"

Heraclius meleraikan pasukannya dengan menyuruh pengawalnya mengumumkan berita, "Sesungguhnya raja lebih senang bersama kamu semua. Tadi beliau sedang menguji kamu semua untuk mengetahui kesabaran kamu semua dalam agama Nasrani. Sekarang pergilah!"

Mendengar pengumuman tersebut, terbubarlah pasukan yang hendak menyerang Hereclius tadi. Raja Hereclius pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang terkandung, "Sesungguhnya aku telah memeluk Islam." Herclius juga menyelitkan hadiah beberapa dinar kepada Rasulullah saw.

Ketika Dihyah menyampaikan surat Raja Heraclius kepada Rasulullah saw, baginda bersabda,
كذب عدوُّ اللهِ ليس بمسلم وهو على النصرانية
"Musuh Allah itu berdusta! Dia masih beragama Nasrani."
Rasulullah saw pun membagi-bagikan hadiah berupa wang dinar itu kepada kaum muslimin.

Berhubung dengan peristiwa di atas, Abu Sufyan terang-terang mengatakan di hadapan rombongannya yang sedang berjalan bersama-sama hendak berniaga ke Syam:
لَقَدْ أَمِرَ أَمْرُ ابن أبي كبشة  إنه يخافُهُ مَلِكُ بني الأصفر فمازِلْتُ موقنًا أنه سيَظْهَرُ حتى أدخَلَ اللهُ عليَّ الإسلامَ
“Sungguh besarlah urusan Ibnu Abi Kabsyah, kerana Raja Banul Asfar (Raja Rumawi Timur) itu takut kepadanya. Oleh sebab itu, maka saya selalu meyakinkan, bahawa sesungguhnya ia itu akan menang, sehinggalah Allah memasukkan Islam kepada saya” (Munawwir Khalil 5, hal. 186).

Artikel Penuh...

Sikap Khadijah Ketika Wahyu pertama


Khadijah adalah merupakan isteri pertama kepada baginda Nabi SAW. Sebagai serikandi Islam, beliau banyak memainkan peranan menjadi tulang belakang kepada kebangkitan Islam di peringkat awal. Di bawah ini diperturunkan beberapa tindakan yang amat cemerlang sebagai seorang isteri dan pendamping setia kepada baginda SAW:
 
Wahyu pertama sangat membebankan kepada baginda Nabi SAW, namun sebagai isteri yang setia Khadijah mempastikan baginda SAW berehat dan mendapat ketenangan dengan menyelimuti Nabi SAW serta membiarkan baginda tidur.

  Berjumpa dengan `tokoh’ yang selayaknya bagi  menghuraikan kerumitan yang dihadapi, iaitu Waraqah bin Naufal, penganut agama peninggalan Nabi Allah Isa AS, seorang alim dalam kitab Taurat dan Injil sehingga beliau mendapat jawapan sebenarnya;

فقال ورقة: قدوس قدوس والذي نفس ورقةٍ بيده لئن كنتِ صدقتني يا خديجة لقد جاءه الناموس الأكبر )يعني بالناموس جبرئيل عليه السلام( الذي كان يأتي موسى وإنه لنبي هذه الأمة فقولي له فليثبِت.
     “Quddus! Quddus! Demi Tuhan yang jiwa Waraqah di dalam kekuasaanNya, jikalau    engkau membenarkan aku wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad) Namus Akbar yang pernah datang kepada Musa dahulu; dan sesungguhnya dia adalah seorang Nabi bagi ummat ini, dak katakanlah kepadanya supaya ia tetap (pendirian) bertenang!”

Sekembalinya dari rumah Waraqah, Khadijah memberitahu baginda SAW, “Waraqah menegaskan kepadaku bahawa engkau adalah utusan Allah SWT untuk umat ini. Maka bertahanlah, wahai Rasulullah.” Tidak cukup dengan itu, Khadijah sekali lagi berkata, “Ya! Engkau adalah utusan Allah SWT. Aku bersumpah demi ayah dan ibuku, aku mempercayaimu. Aku beriman kepada Allah SWT. Dan kepadamu sebagai rasulNya.” (Abdul Mun`im Muhammad Umar, Saidatina Khadijah, Sebuah Catatan biografi, hal. 80).

*Sedikit catatan: ‘Namus’ sering disebut sebagai malaikat Jibril AS, ada juga yang memaksudkan Namus Akbar sebagai rahsia yang besar. Namun Muhammad Hussein Heikal dalam kitabnya `Hayat Muhammad’, menyatakan, seorang orientalis Montgmery Watt dalam bukunya Muhammad at Mecca (hal. 51) bahawa Namus berasal dari bahawa Yunani, Nomos dan ini bererti undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah al Qur’an kerana al Qur’an menggunakan Taurat. Jadi apabila disebut Namus itu undang-undang Nabi Musa AS(Heikal, hal. 94/). Sementara Al Marbawy, menyebut ‘Namus’ selain daripada Malaikat Jibril, juga memaksudkan sebagai kaedah, undang-undang, yang bijak, berhelah dan wahyu (Qamus al Marbawy hal. 347).

    Tindakan seterusnya yang dilakukan oleh Khadijah ialah, menyelidiki perjalanan peristiwa yang berlaku kepada baginda SAW, setelah mendapat kepastian beliau dengan tenang memberi jawapan yang jelas terhadap ketakutan baginda SAW:

قال النبى صلى الله عليه وسلم: "لقد خشيتُ على نفسي".
خديجه: "كلا، أبشر، فوالله ما (لا) يـُخزيكَ الله أبدا؛ إنك لتصلُ الرّحِم، وتصدق الحديث، وتـَحمِلُ الكَلَّ،  وتَكْسِبُ الـمَعْدوم٬َ وتُقْري الضَّيفَ، وتُعينُ على نَوائِبِ الحقِّ."
“Oh tidak begitu! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan kamu selama-lamanya, kerana engkau orang yang selalu menghubungkan silatur Rahim (mengekalkan tali kekeluargaan), bercakap benar, menanggung kesusahan (orang yang susah, bersimpati dengan kumpulan yang susah), sentiasa mencari pekerjaan bagi penganggur, dan sentiasa memuliakan tetamu, dan engkau sentiasa sanggup bersusah payah di atas jalan yang benar.”
 
Seterusnya Khadijah bertanya lagi (menghilangkan kenegatifan; halusinasi, delusi dan ilusi, yang sering dibimbangi), lihat soalan beliau kepada baginda Nabi SAW;
الم تسئَلهُ من انت؟ ومن جاء بك؟ وماذا تريد منِّى؟
فقال: سمعتُه يقول أنا جبريل جيئتُ اُبَلِّغُك رسالةَ ربِّك.
“Tidakkah kamu bertanya kepadanya, siapakah engkau, dan siapakah yang datang bersama engkau dan apakah maksud kamu kepadaku?” Baginda SAW menjawab, “Aku telah mendengar ia berkata, aku Jibril, aku datang untuk menyampaikan kepada engkau risalah Tuhan- mu

Mereka terdiam, namun ternyata Khadijah paling gembira, kerana jawapan yang diberikan menepati apa yang dikatakan oleh Waraqah, Cuma di sebelah pihak baginda SAW masih terbayang ketakutan terhadap peristiwa tersebut, Khadijah tetap meyakininya (Munawwir Khalil I, hal. 168).

     Setelah kesihatan Nabi SAW pulih, Khadijah mengajak baginda SAW berjumpa dengan Waraqah bin Naufal di rumahnya. Sesampai di rumah Waraqah, Khadijah berkata kepada Waraqah:
.... يا ابن عم! اسمع من اِبنِ اخيك!
فقال ورقة: يا ابن اخى ماذا ترى؟ : قدوس قدوس يا اين اخى! هذا ناموس الأكبر! الذي نزَّل الله على موسى! يا ليتنى فيها جَذَعًا٬ ليتنى حيًا إذْ يـُخرِجُك قومُكَ.

“Maha Suci, Maha Suci, wahai anak saudaraku! Ini adalah Namus Akbar (rahsia yang paling besar) yang pernah diturunkan Allah ke atas Musa. Alahai, mudah-mudahan aku dapat kembali menjadi muda dan kuat! Mudah-mudahan aku masih hidup ketika mana kaum-mu mengusir-mu”
فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أو مـُخْرِجِيَّ هُم؟
“Apakah mereka akan mengusir aku?”
فقال ورقة: نعم٬ لم يأت رجلٌ قَط٬ُّ بمثل ماجئتَ به الاَّ عُودِيَ٬ وإن يُدْرِكْنى يومُكَ اَنصُرْكَ نَصْرا مُؤَرَّرًا.
“Ya!Tidak akan datang seorang yang membawa seperti apa yang engkau bawa itu, melainkan ia mesti dimusuhi. Dan jikalau aku masih dapat mengalami harimu – kelak ketika engkau dimusuhi, aku akan menolong engkau dengan pertolongan yang sehebat-sehebatnya.”
Keterangan Waraqah bin Naufal, menjadikan Khadijah semakin teguh dengan dengan keyakinannya, kerana memang inilah yang diharap-harapkannya sebelum ia bernikah dengan Nabi SAW (Munawwir Khalil 1, hal. 170).

      Ibnu Hisyam menyebut riwayat dari Ibnu Ishak: Suatu ketika Khadijah pernah berkata kepada Rasulullah SAW, “Hai saudara sepupuku, bolehkah engkau ceritakan kepadaku tentang sahabatmu (Jibril) yang datang kepadamu?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, boleh” Khadijah berkata, “jika Jibril datang datang kepadamu ceritakan kepadaku!” Tidak lama selepas itu, Jibril datang seperti biasa. Baginda SAW pun berkata, “Hai Khadijah, inilah Jibril datang kepadaku.” Khadijah berkata, “Hai saudara sepupuku, berdirilah dan duduklah di atas peha kiriku,” Rasulullah SAW berdiri lalu duduk di atas paha kiri Khadijah. Khadijah berkata, “Apakah engkau melihatnya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya” Khadijah berkata ubahlah posisimu dan duduklah di atas paha kananku!” Rasulullah SAW mengubah posisinya dan duduk di atas paha kanan Khadijah. Khadijah berkata, “Apakah engkau masih melihatnya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya” Khadijah berkata, “Cubalah engkau duduk di atas pangkuanku!,” Baginda SAW mengubah posisinya , Khadijah berkata, “Apakah engkau masih melihatnya?” Rasulullah menjawab, “Ya.” Kemudian Khadijah duduk dengan kepala dan wajah terbuka, serta melepaskan tudungnya, sedang Rasulullah SAW di atas pangkuannya. Khadijah berkata, “Apakah engkau masih melihatnya?” Rasulullah SAW menjawab, “tidak.” Khadijah berkata, “Saudara sepupuku, bergembiralah dan bersabarlah. Demi Allah, sungguh dia adalah malaikat dan bukan syaitan”.... ada yang mengatakan Khadijah memasukkan Rasulullah SAW di dalam Dir`un (baju rumah wanita) milik wanita, kemudian di saat itulah Jibril menghilangkan diri” (Sirah Ibn Hisyam 1, hal. 213 lihat juga H. Zainal Arifin Abas, Sejarah dan Perjuangan Nabi Muhammad 2, hal. 130).

*Catatan: Kemungkinan Khadijah mempunyai prinsip tersendiri mengenai wahyu, untuk itu selain mendapat panduan daripada Waraqah bin Naufal, Khadijah juga ingin melihat apakah benar ianya malaikat dan utusan dari Allah.

Demikianlah halnya Khadijah, selingkar kisah yang berlaku di awal pertumbuhan Islam, berdasarkan keyakinan tersebut beliau terus menjadi wanita pertama beriman dengan kerasulan baginda SAW dan menerus menjadi pendamping setia sehingga ke akhir hayat. Tidak pernah mundur ke belakang, menghabiskan seluruh harta dan jiwa raganya untuk mempastikan Islam diterima seperti mana yang dikehendaki Allah dan RasulNya SAW.  Sehinggakan Khadijah menjadi satu-satunya wanita yang dikirim salam oleh Allah melalui malaikat Jibril AS (Ibn Hisyam 1, hal. 216).

Artikel Penuh...