Tuesday, October 26, 2010

Penawar Bagi Hati 1 (al Mandili)

Pendahuluan (Mabadi’)
1) Ketahuilah olehmu bahawasanya ilmu Tasawwuf itu pengetahuan yang dikehendaki dengan dia akan segala kelakuan hati, samada kelakuan yang dipuji seperti merendah diri dan sabar atau kelakuan yang dicela seperti dengki dan membesar diri....(Asasnya ada tiga cabang ajaran Islam mengikut hadis Nabi saw iaitu, Iman, Tauhid berkaitan dengan akidah, ketuhanan, asas untuk semua yang berkaitan dengan agama, awwaluddin ma`rifatullah, awal agama mengenal Allah. Beriman kepada Allah bererti beriman dengan RububiyyahNya, UluhiyyahNya serta sifat dan Asma’Nya. Segala-galanya adalah esa dan sempurna. Feqah ialah perkara yang berkaitan untuk beribadat kepada Allah. Cara dan perlakuan yang sepatutnya untuk beribadat kepada Allah dengan cara yang betul seperti solat, puasa dan haji, sementara Tasawwuf sekarang kita sedang bicarakan.. berkaitan dengan hati yang disebut engkau menyembah Allah seperti engkau melihatNya, kesemuanya adalah asas utama pembentukan ilmu dalam diri, lihat kata-kata Mu`az bin Jabal, ‘العلم إمام والعمل تابعه).


2) Dan ada pun faedahnya maka menyampaikan ia kepada mengkosongkan hati daripada yang lain daripada Allah Ta`ala dan menghiasinya dengan memandang kepada Tuhan sekelian alam... Memandang kepada Tuhan di sini bukan kepada zat, tetapi kepada segala ayat yang dianugerahkan Allah di atas muka bumi ini. Para ulama’ membicarakan ungkapan bermaksud siapa mengenal dirinya dia mengenali tuhannya iaitu cara seseorang mengenal Allah melalui kesedaran tentang hakikat kelemahan dirinya sebagai makhluk yang berhajat kepada tuhan yang menyelesaikan keperluan-keperluannya. ‘Untuk itu ia perlu; Pertama mencari keredhaan Allah.. (al Batnani hal. 457).

3) Dan ada pun hantarannya maka iaitu hati manusia daripada pihak kelakuan yang datang kepadanya (Fokus utamanya ialah mendidik jantung (hati) manusia daripada melakukan perkara-perkara yang keji dan mungkar, kenapa, kerana Qalb merupakan raja kepada segala anggota tujuh, sebab itulah membicarakan jantung kadangkala diletakkan dalam satu kitab khusus, al Mandili meletakkan dalam kitab kedua selepas anggota tujuh).

4) Dan ada pun hukumnya, maka fardhu `Ain atas tiap-tiap yang berakal lagi sampai umur, sampai masa untuk ditaklifkan sama seperti ilmu Tauhid dan Feqah. Cantik juga kita melihat sedikit apa yang disebut oleh Shah Wali Allah, “Taklif mengandungi tiga rahsia: ilmu pengetahuan, keadilan, dan usaha ikhtiar..... Cara membuat pilihan terbaik, berasaskan ilmu yang benar dan keadilan, telah diajar oleh Allah Ta’ala melalui konsep taklif.. ” (Mohd. Affandi Hasan – Gagasan Persuratan Baru)

5) Dan adapun tempat ambilnya, maka daripada Qur’an yang mulia dan hadis Nabi saw. Sebab itu lihat beberapa kenyataan berikut:

Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya Al-Khalidi menyatakan, “Bahwa Tasawuf adalah “Saudara Kembar” Fiqih. Pernyataan ini tampaknya berdasarkan pada kenyataan bahwa Fiqih pada hakikatnya merupakan prinsip lebih lanjut dari konsep Islam, sementara Tasawuf merupakan perwujudan konkrit dari konsep Ihsan. Dua konsep ini tercetus bersama-sama dengan konsep Iman (diformulasikan lebih jauh dalam ilmu kalam) dalam dialog antara Jibril AS dan Nabi SAW sebagaimana dikemukakan dalam hadis Abu Hurairah yang sangat terkenal”. [Shahih al-Bukhari, I:27; Shahih Muslim, L:39]

Penjelasan lebih terperinci mengenai posisi Tasawuf sebagai “saudara kembar” Fiqih dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) dalam bukunya Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya: “Alhasil kemurnian dan cita-cita Islam yang tinggi adalah gabungan Tasauf dan Fiqih: gabungan otak dan hati. Dengan Fiqih kita menentukan batas-batas hukum, dan dengan Tasauf kita memberi pelita dalam jiwa, sehingga tidak terasa berat di dalam melakukan segala kehendak agama.
“Kalau kita tilik kepada bunyi Hadist tentang Islam, Iman dan Ihsan tampaklah bahwa ketiga Ilmu Islam yaitu Ilmu Fiqih, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tasawuf telah dapat menyempurnakan ketiga simpulan agama itu (Islam, Iman dan Ihsan). Islam diartikan oleh hadist itu ialah mengucapkan Syahadat, mengerjakan Shalat lima waktu, Puasa bulan Ramadhan, mengeluarkan Zakat dan Naik Haji. Untuk mengetahui, sehingga kita mengerjakan suruhan agama dengan tidak membuta: Kita pelajarilah Fiqih. Iman adalah Iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Rasul-Rasul dan Kitab-Kitab, dan iman kepada Hari Kiamat dan Takdir, buruk dan baik, Kita pelajarilah Ushuluddin atau Ilmu Kalam."

“Ihsan adalah kunci daripada semuanya, yaitu: Bahwa kita mengabdi kepada Allah SWT, seakan-akan Allah SWT itu kita lihat di hadapan kita sendiri. Karena meskipun mata kita tidak dapat melihatNya, namun Allah SWT tetap melihat kita. Untuk menyempurnakan ihsan itu, kita masuki alam Tasawuf.

“Itulah tali berpilah tiga: Iman, Islam dan Ihsan. Dicapai dengan tiga ilmu: Fiqih, Ushuluddin dan Tasawuf. [Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, hal. 94-95]
Jadi, sebagai sebuah ilmu, posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah.
Syariah sendiri dapat didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang terbit dari diri Nabi SAW yang berupa sikap, perbuatan, dan perkataan (al-Qur’an dan al-Hadist)”; atau dengan bahasa yang lebih umum: Syariah adalah segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Namun begitu, syariah pada dasarnya merupakan produk dari hakikat Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah.


Adalah mustahil memahami syariah (produk) secara sempurna tanpa memahami hakikatnya. Ilmu yang menyajikan jalan untuk mengenal hakikat ini adalah Tasawuf, sedangkan ilmu-ilmu (keislaman) lainnya, seperti ilmu Fiqih dan hadist misalnya, semuanya menyajikan jalan untuk memahami produk. Tasawuf melibatkan hati atau qalbu (ruhani), sedangkan ilmu-ilmu lainnya melibatkan otak atau akal (jasmani).
Fiqih dan Tasawuf ibarat dua sisi mata uang, jika salah satu rusak maka yang lain menjadi tidak berfungsi, sehingga kedua-duanya harus dipegang secara utuh untuk mencapai kesempurnaan.


Dalam kaitan ini, Imam Abu Abdillah al-Dzahabi (w. 748 H), penulis kitab Siyar A’lam al-Nubala’ (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413) yang terdiri dari 23 jilid menegaskan:
“Jika seorang ulama tidak ber-Tasawuf, maka ia kosong; sebagaimana jika seorang sufi tidak mengenal sunnah (baca bersyariat), maka ia tergelincir dari jalan yang lurus.”
Imam Malik ibn Anas, pemimpin madzhab Maliki yang sangat terkenal, sebagaimana dikutip oleh Syeikh Amin al-Kurdi, juga mengungkapkan hal senada:
Perlu selari antara syariat dengan hakikat,
lihat ucapan Imam Malik:

“Barangsiapa yang bersyariat tetapi tidak berhakikat (ber-Tasawuf) maka ia telah fasik; dan barangsiapa yang berhakikat (ber-Tasawuf) tetapi tidak bersyariat maka ia telah zindik.” [Tanwir al-Qulub, hal. 408 lihat juga al Batnani, hal. 65]

Imam as Syafiey pernah berpesan:“Jika kamu melihat lelaki berjalan di atas air dan dapat terbang diudara, janganlah kamu terpedaya dengannya sehingga kamu melihat amalannya terhadap kitab (al Qur’an) dan as Sunnah Rasul saw” (al Batnani hal. xii)

(Mereka memberikan spirit kekuatan yang luar biasa kepada umat Islam yang lain. Di dalam kaum ini terdapat suatu mata rantai sejak dari masa Rasulullah SAW yang masih terpelihara, yang tak terlihat tapi memberikan kekuatan dahsyat yaitu TALI RUHANIAH KETUHANAN yang merupakan POWER OF THE SPIRIT OF ISLAM, yang merupakan enerji Ketuhanan yang Maha Dahsyat, yang mampu membentengi umat manusia, bahkan kekuatan alam semesta sekalipun dapat lumpuh kepada-Nya. Kelompok-kelompok ini dikenal sebagai kaum Sufi.

Dalam kelompok ini masih terdapat Ulama-ulama yang merupakan benar-benar Pewaris-pewaris Nabi, yaitu orang-orang yang mewarisi rahasia kekuatan para Nabi, orang-orang yang mempusakai apa-apa yang dipusakai Nabi dari Allah SWT yang merupakan kedahsyatan enerji Kalimah Allah yang Murni dan Akbar. Tokoh-tokoh Sufi pada Abad Pertengahan yang terkenal selain Al-Ghazali diantaranya adalah Syekh Abu Yazid Al Busthami, Syekh Junaid Al Baghdadi, Syekh Abdul Qadir Jailani, dan Syekh Bahauddin Naqsabandi.. (Teknologi al Qur`an Dalam Tasawwuf Islam ...Membentuk Insan Kamil dan Masyarakat Harmonis Menghadapi Perkembangan Peradaban Manusia Sampai Akhir Zaman Prof. DR. Kadirun Yahya, M.Sc. Disampaikan pada Forum Diskusi Filsafat Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta , 16 - 17 November 1994.)

6) Dan ada pun namanya ilmu Tasawwuf. (`Irfan, Ihsan dan sering juga kita jumpai tiga istilah yang selalu dikaitkan:.Syariat, hakikat dan ma`rifat, al Qusyairi menjelaskan:

“Sesungguhnya syariat merupakan ma`rifat tentang cara untuk sampai kepada Allah, hakikat pula ialah mengekalkan perhatian kepadaNya, manakala tarikat itu ialah jalan untuk menuju kepada syariat, iaitu beramal dengan apa yang ditetapkannya” (al Qusyairi, Risalah al Qusyairiyyah dlm, al Batnani, hal. 61).

No comments:

Post a Comment